Senin, 25 Juli 2011

Zina menurut pandangan agama islam


1.        Hukum zina
Zina adalah haram hukumnya, dan ia termasuk dosa besar yang paling besar.
Allah swt berfirman:
“dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (qs al-israa’: 32)
Dari abdullah bin mas’ud r.a, ia berkata: saya pernah bertanya kepada rasulullah saw, “(ya rasulullah), dosa apa yang paling besar?” Jawab beliau, “yaitu engkau mengangkat tuhan tandingan bagi allah, padahal dialah yang telah menciptakanmu.” Lalu saya bertanya (lagi), “kemudian apa lagi?” Jawab beliau, “engkau membunuh anakmu karena khawatir ia makan denganmu.” Kemudian saya bertanya (lagi). “lalu apa lagi?” Jawab beliau, “engkau berzina dengan isteri tetanggamu.” (muttafaqun ’alaih: fathul bari xii: 114 no. 6811, muslim i: 90 no. 86, ‘aunul ma’bud vi: 422 no. 2293 no. Tirmidzi v: 17 no. 3232). Allah swt berfirman:
“dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti allah dengan kebajikan. Dan adalah allah maha pengampun lagi maha penyayang.” (qs al-furqaan: 68-70).


Dalam hadist sumarah bin jundab yang panjang tentang mimpi nabi saw, beliau saw bersabda:
“kemudian kami berjalan dan sampai kepada suatu bangunan serupa tungku api dan di situ kedengaran suara hiruk-pikuk. Lalu kami tengok ke dalam, ternyata di situ ada beberapa laki-laki dan perempuan yang telanjang bulat. Dari bawah mereka datang kobaran api dan apabila kena nyala api itu, mereka memekik. Aku bertanya, “siapakah orang itu” jawabnya, “adapun sejumlah laki-laki dan perempuan yang telanjang bulat yang berada di dalam bangunan serupa tungku api itu adalah para pezina laki-laki dan perempuan.” (shahih: shahihul jami’us shaghir no: 3462 dan fathul bari xii: 438 no: 7047).
Dari ibnu abbas r.a bahwa rasulullah saw. Bersabda, “tidaklah seorang hamba berzina tatkala ia sebagai seorang mu’min; dan tidaklah ia mencuri, manakala tatkala ia mencuri sebagai seorang beriman; dan tidaklah ia meneguk arak ketikaia meneguknya sebagai seorang beriman; dan tidaklah ia membunuh (orang tak berdosa), manakala ia membunuh sebagai seorang beriman.”
Dalam lanjutan riwayat di atas disebutkan: ikrimah berkata, “saya bertanya kepada ibnu abbas, ‘bagaimana cara tercabutnya iman darinya?’ jawab ibnu abbas: ‘begini –ia mencengkeram tangan kanan pada tangan kirinya dan sebaliknya, kemudian ia melepas lagi–, lalu manakala dia bertaubat, maka iman kembali (lagi) kepadanya begini –ia mencengkeramkan tangan kanan pada tangan kirinya (lagi) dan sebaliknya-.’” (shahih: shahihul jami’us shaghir no: 7708, fathul bari xii: 114 no: 6809 dan nasa’i viii: 63).
2.        Klasifikasi orang berzina
Orang yang berzina adakalanya bikr atau ghairu muhshan (perawan atau lajang (untuk perempuan) dan perjaka atau bujang (untuk laki-laki)), atau adakalanya muhshan (orang yang sudah beristeri atau bersuami).
Jika yang berzina adalah orang merdeka, muhshan, mukallaf dan tanpa paksaan dari siapa pun, maka hukumannya adalah harus dirajam hingga mati.
Muhshan ialah orang yang pernah melakukan jima’ melalui akad nikah yang shahih. Sedangkan mukallaf ialah orang yang sudah mencapai usia akil baligh. Oleh sebab itu, anak dan orang gila tidak usah dijatuhi hukuman. Berdasarkan hadist “rufi’al qalam ’an tsalatsatin (=diangkat pena dari tiga golongan)”.
Dari jabir bin abdullah al-anshari ra bahwa ada seorang laki-laki dari daerah aslam datang kepada nabi saw lalu mengatakan kepada beliau bahwa dirinya benar-benar telah berzina, lantas ia mepersaksikan atas dirinya (dengan mengucapkan) empat kali sumpah. Maka kemudian rasulullah saw menyuruh (para sahabat agar mempersiapkannya untuk dirajam), lalu setelah siap, dirajam. Dan ia adalah orang yang sudah pernah nikah. (shahih: shahih abu daud no: 3725, tirmidzi ii: 441 no: 1454 dan a’unul ma’bud xii: 112 no: 4407).
Dari ibnu abbas r.a bahwa umar bin khattab ra pernah berkhutbah di hadapan rakyatnya, yaitu dia berkata, “sesungguhnya allah telah mengutus muhammad saw dengan cara yang haq dan dia telah menurunkan kepadanya kitab al-qur’an. Di antara ayat qur’an yang diturunkan allah ialah ayat rajam, kami telah membacanya, merenungkannya dan menghafalkannya. Rasulullah saw pernah merajam dan kami pun sepeninggal beliau merajam (juga). Saya khawatir jika zaman yang dilalui orang-orang sudah berjalan lama, ada seseorang mengatakan, “wallahi, kami tidak menjumpai ayat rajam dalam kitabullah.” Sehingga mereka tersesat disebabkan meninggalkan kewajiban yang diturunkan allah itu, padahal ayat rajam termaktub dalam kitabullah yang mesti dikenakan kepada orang yang berzina yang sudah pernah menikah, baik laki-laki maupun perempuan, jika bukti sudah jelas, atau hamil atau ada pengakuan.” (mutafaqun ’alaih: fathul bari xii: 144 no: 6830, muslim iii: 1317 no 1691, ‘aunul ma’bud xii: 97 no: 4395, tirmidzi ii: 442 no: 1456).
Di dalam islam, pelaku perzinaan dibedakan menjadi dua, yaitu pezina muhshan dan ghayru muhshan. Pezina muhshan adalah pezina yang sudah memiliki pasangan sah (menikah). Sedangkan pezina ghayru muhshan adalah pelaku yang belum pernah menikah dan tidak memiliki pasangan sah.
Di bawah hukum islam, perzinaan termasuk salah satu dosa besar. Dalam agama islam, hubungan seksual oleh lelaki/perempuan yang telah menikah dengan lelaki/perempuan yang bukan suami/istri sahnya, termasuk perzinaan. Dalam al-quran, dikatakan bahwa semua orang muslim percaya bahwa berzina adalah dosa besar dan dilarang oleh allah.
Tentang perzinaan di dalam al-quran disebutkan di dalam ayat-ayat berikut; al israa’ 17:32, al a’raaf 7:33, an nuur 24:26. Dalam hukum islam, zina akan dikenakan hukum rajam.
Hukumnya menurut agama islam untuk para penzina adalah sebagai berikut:
1.      Jika pelakunya muhshan, mukallaf (sudah baligh dan berakal), suka rela (tidak dipaksa, tidak diperkosa), maka dicambuk 100 kali, kemudian dirajam, berdasarkan perbuatan ali bin abi thalib atau cukup dirajam, tanpa didera dan ini lebih baik, sebagaimana dilakukan oleh muhammad, abu bakar ash-shiddiq, dan umar bin khatthab.
2.      Jika pelakunya belum menikah, maka dia didera (dicambuk) 100 kali. Kemudian diasingkan selama setahun.

3.        Orang yang dipaksa berzina tidak boleh didera
Dari abu abdurahhman as-silmi ia berkata: “umar bin khatab ra pernah dibawakan seorang perempuan yang pernah ditimpa haus dahaga luar biasa, lalu ia melewati seorang penggembala, lantas ia minta air minum kepadanya. Sang penggembala enggan memberikan air minum, kecuali ia menyerahkan kehormatannya kepada seorang penggembala. Kemudian terpaksa ia melaksanakannya. Maka (umar) pun bermusyawarah dengan para sahabat untuk merajam perempuan itu, kemudian ali ra menyatakan, ‘ini dalam kondisi darurat, maka saya berpendapat hendaklah engkau melepaskannya.’ kemudian umar melaksanakannya.” (shahih: irwa-ul ghalil no: 2313 dan baihaqi viii: 236).


4.        Hukuman bikr (perawan atau perjaka) yang berzina
Allah swt berfirman:
“perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama allah, jika kamu beriman kepada allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (qs an-nuur: 2).
5.        Hukum orang berzina dengan mahramnya
Barangsiapa yang berzina dengan mahramnya, maka hukumnya adalah dibunuh, baik ia sudah pernah nikah ataupun belum. Dan apabila ia telah mengawini mahramnya, maka hukumannya ia harus dibunuh dan hartanya harus diserahkan kepada pemerintah.
Dari al-bara’ ra, ia bertutur, “saya pernah berjumpa dengan pamanku yang sedang membawa pedang, lalu saya tanya, ‘(wahai pamanda), paman hendak kemana?’ jawabnya, ‘saya diutus oleh rasulullah saw menemui seorang laki-laki yang telah mengawini isteri bapaknya sesudah ia meninggal dunia, agar saya menebas batang lehernya dan menyita harta bendanya.’” (shahih: irwa-ul ghalil no: 2351, shahih ibnu majah no: 2111, 'aunul ma'bud xii: 147 no: 4433, nasa’i vi: 110, namun dalam sunan tirmidzi dan sunan ibnu majah tanpa lafazh "menyita harta bendanya." tirmidzi ii: 407 no: 1373 dan ibnu majah ii: 869 no: 2607).
6.        Hukum orang yang menyetubuhi binatang
Dari ibnu abbas ra bahwa rasulullah saw bersabda, “barangsiapa yang menyetubui binatang ternak, maka hendaklah kamu bunuh dia dan bunuh (pula) binantang itu.” (hasan shahih: shahih tirmidzi no: 1176, tirmidzi iii: 1479, 'aunul ma'bud xii: 157 no: 4440, ibnu majah ii: 856 no: 2564)

Zina Menurut Pandangan RUU
Disebut dengan kitab undang undang hukum pidana. Perubahan adanya benturan antara pengertian dan paham tentang zina dalam. Kuhp dengan kepentingan/nilai hukum zina dalam konteks tradisi hukum islam. 11. 5. Nikah dan hijab sementara di inggris baru pada tahun 1882, melalui undang undang hak milik didahului oleh perpisahan meja dan ranjang. Tentang hal ini ditentukan dalam pasal 209. Kitab undang undang hukum perdata yaitu (1) zina baik yang dilakukan dalam hal hukuman pelaku zina diatur dalam kitab undang undang. Hukum pidana (kuhp) pasal 284 dengan keterangan:
  Delik zina diatur dalam pasal 284 “dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan .. Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 63 ayat (1) uu no. 1 tahun1974 undang. Dalam hal ini mengandung dua kemungkinan yang pertama anak luar kawin dalam hukum islam yakni anak zina dan anak li'an. Dengan mana tujuan penghukuman zina.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar