Senin, 25 Juli 2011

HUKUM PENCURIAN DALAM ISLAM


A.      Pengertian

Menurut bahasa pencurian adalah mengambil harta orang lain yang bernilai secara diam-diam dari tempatnya yang tersimpan”. Sedangkan menurut syara pencurian adalah mengambil harta orang lain yang oleh mukallaf secara sembunyi-sembunyi dengan nisab 10 dirham yang dicetak, disimpan pada tempat penyimpanan yang biasa digunakan atau dijaga oleh seorang penjaga dan tidak ada syubhat.

Adapun maksud dari pengertian tersebut adalah sebagai berikut;

a)      Kalimat diambil oleh orang mukallaf yaitu orang dewasa yang waras, jika seandainya yang mengambil harta mencapai satu nisab tapi dilakukan oleh anak dibawah umur atau orang gila, maka tidak berhak diberikan hukuman potong tangan.
b)      Secara sembunyi-sembunyi, sekalipun yang mengambil harta orang lain adalah orang dewasa dan waras tapi dilakukan secara terang-terangan, maka tidak disebut dengan pencurian.
c)      Nisab (jumlah) 10 dirham yang dicetak. Barangsiapa yang mencuri sebatang perak yang tidak dicetak menjadi uang yang beratnya 10 dirham yang dicetak, maka ia tidak dianggap seorang pencuri menurut syara’, karena tidak dikenakan potong tangan.
d)     Disimpan di suatu tempat. Maksudnya, barang yang dicuri itu diambil dari tempat yang disiapkan untuk menyimpan barang-barang tersebut yang biasa disebut dengan hitzan. Seprti; rumah-rumah, flat-flat atau hotel-hotel, laci-laci dan lain sebagainya yang biasa digunakan untuk menyimpan barang berharga dengan aman.
e)      Disimpan dengan penjagaan seorang penjaga. Maksudnya, barang yang diambil itu dijaga oleh penjaga. Dalam hal ini barang tersebut diletakkan disuatu tempat yang tidak biasanya disiapkan untuk penyimpanan barang, tetapi ditentukan penjaganya, misalnya satpam dan sebagainya dengan maksud agar barang tersebut tidak dicuri atau hilang. Sebagai contoh, orang-orang yang hendak membangun rumah atau bangunan yang meletakkan besi-besi, semen, balok-balok dan sebagainya di tempat-tempat umum dan menunjuk seseorang untuk menjaganya dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Jika seandainya seseorang mengambil sesuatu dari barang-barang tersebut walaupun dalam kelalaian penjaganya dan barang yang diambil itu mencapai satu nisab (10 dirham), maka ia dianggap pencuridan akan dijatuhkan hukuman potong tangan.
f)       Tidak ada syubhat. Maksudnya, tidak dipotong tangan orang yang mengambil harta yang disimpan ditempat penyimpanannya, kecuali apabila harta yang diambilnya itu luput dari syubhat. Misalnya, seorang suami mengambil harta istrinya di tempat penyimpanannya maka suami tersebut tidak dihukum potong tangan karena pencampuran keduanya dalam mu’asyarah zaujiyyah merupakan suatu syubhat yang dapat menggurkan hukuman. Sedangkan hukuman menjadi gugur karena adanya syubhat. Demikian pula tidak dipotong tangannya orang yang mencuri harta kerabatnya. Dan tidak dihukum potong tangan karena syubhat memungkinkan harta yang dicuri adalah harta rampasan.

B.       Hukuman Tindak Pidana Pencurian Menurut Hadis

Para fuqaha telah sepakan bahwa pencuria haram hukumnya, serta hukuman potong tangan pada pelakunya adalah wajib dilaksanakan dan tidak boleh bagi hakim atau dengan perantaan seseorang untuk menggugurkannya bila telah memenuhi syarat pencurian. Pendapat mereka berdasarkan hadis Nabi saw;

Artinya: Dari Aisyah ra; sesungguhnya Usamah meminta pengampunan kepada Rasulullah saw. tentang seseorang yang mencuri, lalu Rasulullah bersabda; bahwasanya binasa orang-orang sebelum kamu disebabkan karena mereka melaksanakan hukuman hanya kepada orang-orang yang hina dan mereka tidak melaksanakannya kepada orang-orang bangsawan. Demi yang jiwaku dalam kekuasaanNya, jika seandainya Fatimah yang melakukannya, pasti aku potong tangannya. (HR. Bukhari)

Hadis tersebut diatas berkenaan dengan kemarahan Rasulullah saw. karena didatangi oleh Usamah yang memintakan ampunan terhadap seorang wanita yang mencuri yang telah dijatuhi oleh Rasulullah saw. hukum potong tangan.
Dalam hadis itu menunjukkan bahwa hukum potong tangan wajib dilakukan meskipun yang mencuri adalah keluarga dekat. Sebagaiamana ditegaskan oleh Rasulullah saw. dengan sabdanya beliau “sekiranya Fathimah binti Rasulullah yang mencuri pasti akan dipotong tangannya”.[1]
Dalam QS. Al- Maidah ayat 38, Allah berfirman;

Artinya; laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan kedua (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaaan dari allah  dan allah maha perkasa lagi maha bijaksa.(QS Al-Ma’idah:38).

C.       Pelaksanaan Hukum Pencurian

  1. Pencurian
Pencurinya adalah seorang mukallaf (dewasa dan waras). Fuqaha telah sepakat menetapkan bahwa tangan pencuri tidak dipotong kecuali bila ia adalah orang dewasa dan waras. Berdasarkan hadis Nabi saw. dari Ibn Abbas;

Artinya: sesungguhnya Rasulallah saw. bersabda; dimaafkan kesalahan dari tiga orang; orang gila yang hilang kesadarannya hingga ia sembuh, orang yang tidur hingga ia bangun, dan anak di bawah umur (anak kecil) hingga ia dewasa. (HR. Abu Daud).

Dalam hadis tersebut jelas disebutkan bahwa orang gila tidak dikenakan sanksi hukum hingga mereka sembuh, orang tidur hingga ia bangun, anak-anak dibawah umur hingga mereka dewasa. Ketiga golonga tersebut tidak dihisab karena melakukan perbuatan yang menimbulkan dosa dan tidak dihukum karena melakukan tindak pidana, baik di dunia maupun di akhirat.

  1. Barang Curian
Diantara syarat-syarat yang paling penting yang harus diperhatikan dari barang curian adalah nisabnya. Jumhur ulama telah sepakat mengatakan bahwa barang curian yang mengharuskan potong tangan itu harus mencapai satu nisab, namun mereka berbeda pendapat mengenai berapa kadar nisab yang mengharuskan potong tangan itu. Khulafau al- Rasyidin dan sebagian fuqaha tabi’in berpendapat bahwa nisab barang curian yang mengharuskan potong tangan adalah tiga dirham dari uang perak atau ¼ dinar dari uang emas dan pendapat inipulalah yang dipegangi oleh Imam Asy- Syafi’i. berdasarkan hadis Nabi saw. dari Abdullah bin Umar;
Artinya: Nabi saw. memotong tangan seorang pencuri .(HR. Muslim).

  1. Barang Curian Itu Diambil Secara Sembunyi-sembunyi  Dari Tempat Penyimpanan.
Unsur ini didasarkan hadis riwayat Amr bin al- Ash berikut;

Artinya: Dari Amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya yaitu Amr bin al- Ash; Dari Rasulullah saw, sesungguhnya Rasulullah saw. ditanya tentang buah yang tergantung diatas pohon, lalu beliau bersabda; barangsiapa yang mengambil barang orang lain karena terpaksa untuk menghilangkan lapar dan tidak terus- menerus, maka tidak dijatuhkan hukuman kepadanya. Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang, sedang ia tidak membutuhkannya dan tidak untuk menghilangkan lapar, maka wajib atasnya mengganti barang tersebut dengan yang serupa dan diberikan hukuman ta’zir. Dan barangsiapa mengambil sesuatu barang sedangkan ia tidak dalam keadaan membutuhkan, dengan sembunyi-sembunyi setelah diletaknya di tempat penyimpanannya atau dijaga oleh penjaga, kemudian nilainya  seharga perisai maka wajib atasnya dihukum potong tangan. (HR. Abu Daud).
Hadis tersebut jelas menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan hukum potong tangan itu, adalah pencuri mengambil harta dengan cara sembunyi-sembunyi dari tempat yang biasa digunakan untuk menyimpan harta tersebut atau ada orang yang menjaganya dan telah senisab.
Demikianlah tiga unsur pencurian yang harus di penuhi dalam pelaksanaan hukum potong tangan terhadap pencuri. Selain unsur-unsur pencurian yang telah disebutkan  harus diperhatikan dalam menjatuhkan hukum potong tangan juga harus diperhatikan situasi dan kondisi sosial masyarakat tempat tinggal si pencuri. Tanpa memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat maka hal itu dianggap syubhat dalam pelaksanaan hukum potong tangan, karena dalam pelaksanaan hukum tesebut tidak boleh ada syubhat,[2]








                                                                                                                               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar